“Kalau
mati kita bawa apa ma?”
Seperti biasa menjelang ujian
semester, aku selalu sibuk juga persiapan ujian anak-anak. Dari mengumpulkan
semua materi selama enam bulan, sampai pelototan sama si sulung untuk kembali
belajar. Meski jauh sebelum ujian sudah selalu mengulang-ulang pelajaran, tapi
tentu saja di usia si sulung, Rifqi, yang baru delapan tahun dan masih suka
bermain, semua yang pernah dipelajarinya bisa saja terlupa. Tentu saja peran
ibu atau ayahnya sangat mempengaruhi untuk membantu belajar.
Jadwal yang akan dilalui esoknya, oleh
si sulung, adalah Agama Islam. Materi yang akan diujikan berkenaan dengan Allah
dan sifatnya. Beruntung si kecil sudah tertidur pulas, jadi ada banyak
kesempatan membantu Rifqi belajar. Aku mulai membuka-buka materi tentang Wujud,
Qidam, Baqa. Kubaca sambil bertanya kepada Rifqi.
“Kak, sebutkan 3 sifat-sifat wajib
Allah?”
“Wujud, Qidam, Baqa” jawabnya
singkat sambil terus memainkan sebuah rubik ditangannya.
“Artinya?” sambungku.
“Allah itu ada, terdahulu dari semua
makhluk, tidak ada asalnya dan kekal” tepat sekali.
Aku kagum sekaligus bertanya-tanya,
apa anak ini faham dengan pelajaran setinggi ini. Dulu dijaman sekolahku,
pelajaran ini baru kudapat di bangku Tsanawiyah, sekolah setingkat SLTP.
Pertanyaan demi pertanyaan yang kuajukan di jawab Rifqi dengan tepat.
Aku hanya berharap, semoga esok,
ketika ujian, Rifqi bisa menjawab setepat jawabannya kepadaku.
“Alhamdulillah, besok kalau ujian
jawabnya begitu juga ya kak. Yang pas dan ringkas. OK?” aku menatap wajah polos
anak itu dengan harap.
“OK mama…” ujarnya kemudian.
“Ma, kalau manusia sifatnya apa?”
tiba-tiba anak itu bertanya kepadaku.
“Hmm.. ya kalau manusia itu kan
makhluk. Berarti sifatnya sebaliknya.” Jawabku.
“Apa ma?”
“Misalnya, kebalikan dari wujud, adam,
artinya tiada.. kan tidak mungkin Allah tiada. Allah selalu ada, yang bisa
tiada itu, kan manusia. Bisa mati. Sedangkan Allah tidak.”
“Terus.. kan katanya ada alam akhirat
ma? Ada sorga?” sambung Rifqi. Kuusap kepala anak itu, wajahnya penuh rasa
ingin tahu.
“Iya kak, makanya kan sifat manusia
itu tadi adam, bisa mati. Nanti setelah mati, semua perbuatan kita di dunia,
dihisab, kita akan mempertanggung jawabkan semua amal kita sama Allah.” Rifqi
terlihat berfikir.
“Kalau mati kita bawa apa ma?”
sambungnya kemudian.
“Nggak bawa apa-apa kak… kita cuma
terbungkus kafan. Semua milik kita didunia tidak akan di tanya. Melainkan apa
saja amal kita, yang baik atau yang buruk. Amal kita yang baik itu lah yang
nanti ditanya di alam sana.” Rifqi nampak menguap mendengarkan penjelasanku.
“Oh, kaya om yang dulu meninggal dekat
rumah nenek ya ma? Dibungkus kain putih? Itu namanya kafan kah?”
“Iya kak”
“Berarti, nanti diakhirat, tidak akan
ditanya dong ma, rifqi dapat rangking berapa semester ini?” glek… duh ini anak.
Aku menyengir sendiri tanpa bisa berkata-kata.
“Sudah… sudah ah, kakak ngantuk kan?
Tu adek sudah tidur. Ayo gosok gigi… nggak usah mikirin ke akhirat. Pikirin
besok aja, ujian jawab yang betul… ya?” pintaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar