Dimuat di Tribun Kaltim 26-04-2012
Makhluk hidup tidak
lepas dari yang namanya emosi. Emosi adalah anugerah pada makhluk yang hidup,
terutama yang bernama manusia. Untuk
manusia, pemberian Allah tersebut yang dibarengi dengan akal, agar kegunaannya
bisa tetap berjalan selaras.
Emosi bisa dirasakan
segala lapisan usia tanpa mengenal gender atau batasan-batasan lain.
Anak-anakpun sama. Sejak bayi, anak manusia sudah mengenal yang namanya emosi.
Hanya saja kemampuan untuk mengkomunikasikannya saja, yang kemudian membatasi
cara menunjukkan emosi tersebut.
Setiap bayi tentu
pernah menangis. Itu adalah salah satu bentuk wujud penyampaian emosi pada
bayi. Bayi tidak melulu membutuhkan makan dan kenyamanan fisik. Ada kalanya
sebenarnya tangis seorang bayi bermakna kangen, kesal atau marah.
Seiring bertambahnya
usia si bayi, akan semakin kompleklah kemampuannya menginterpretasikan
emosinya. Anak kecil bisa menangis dan meronta-ronta jika keinginannya tidak
terpenuhi. Atau bahkan ada bentuk yang lebih ekstrem, dengan membanting
barang-barang didekatnya, dengan tujuan untuk mendapatkan keinginannya.
Entah itu sekedar
mainan kesukaannya, ingin berjalan-jalan, atau hanya sekedar ingin digendong
saja. Permasalahan yang kemudian sering muncul adalah, orang tua kebingungan
untuk memaknai emosi anak.
Apalagi dengan tuntutan
pekerjaan dan berbagai permasalahan ekonomi, terkadang orang tua melupakan
kehadiran anak. Anak-anak yang masih labil dan terus bertumbuh membutuhkan
sahabat sekaligus kontrol terhadap emosi mereka.
Di usia anak dan
menjelang remaja, kemampuan otaknya mengolah rasa dan emosi masih sangat
kurang. Ada kebutuhan untuk berbagi kemarahan, kekecewaan dan ambisi. Setelah
itu butuh kesabaran untuk mengarahkan emosi jiwa anak ke arah yang positif.
Ketidak mampuan seorang
anak menumpahkan kekesalan dengan jalan yang benar akan berdampak kurang baik.
Bukan hanya orang dewasa yang bisa terserang stress. Anak juga bisa. Dari
mengamuk tanpa sebab, membanting barang sampai pada tingkat stress yang lebih
parah, jatuh sakit. Stress pada anak yang berkepanjangan akan berbuntut pada
kenakalan anak.
Sejatinya tidak ada
anak yang nakal, bodoh atau berandal. Semuanya sama. Seperti sebuah pualam,
anak begitu bersih. Keluarga dan lingkungan akan menjadi benteng yang
melindungi jiwa mereka. Takkala debu membuat pualam kusam, maka ibarat air,
dukungan keluarga dan lingkungan yang kondusif akan membasuh emosi negatif yang
mengotori jiwa anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar