Sabtu, 30 Maret 2013

Emosi dan Stres pada anak


Dimuat di Tribun Kaltim 26-04-2012
Makhluk hidup tidak lepas dari yang namanya emosi. Emosi adalah anugerah pada makhluk yang hidup, terutama yang bernama manusia.  Untuk manusia, pemberian Allah tersebut yang dibarengi dengan akal, agar kegunaannya bisa tetap berjalan selaras.
Emosi bisa dirasakan segala lapisan usia tanpa mengenal gender atau batasan-batasan lain. Anak-anakpun sama. Sejak bayi, anak manusia sudah mengenal yang namanya emosi. Hanya saja kemampuan untuk mengkomunikasikannya saja, yang kemudian membatasi cara menunjukkan emosi tersebut.
Setiap bayi tentu pernah menangis. Itu adalah salah satu bentuk wujud penyampaian emosi pada bayi. Bayi tidak melulu membutuhkan makan dan kenyamanan fisik. Ada kalanya sebenarnya tangis seorang bayi bermakna kangen, kesal atau marah.

Seiring bertambahnya usia si bayi, akan semakin kompleklah kemampuannya menginterpretasikan emosinya. Anak kecil bisa menangis dan meronta-ronta jika keinginannya tidak terpenuhi. Atau bahkan ada bentuk yang lebih ekstrem, dengan membanting barang-barang didekatnya, dengan tujuan untuk mendapatkan keinginannya.
Entah itu sekedar mainan kesukaannya, ingin berjalan-jalan, atau hanya sekedar ingin digendong saja. Permasalahan yang kemudian sering muncul adalah, orang tua kebingungan untuk memaknai emosi anak.
Apalagi dengan tuntutan pekerjaan dan berbagai permasalahan ekonomi, terkadang orang tua melupakan kehadiran anak. Anak-anak yang masih labil dan terus bertumbuh membutuhkan sahabat sekaligus kontrol terhadap emosi mereka.
Di usia anak dan menjelang remaja, kemampuan otaknya mengolah rasa dan emosi masih sangat kurang. Ada kebutuhan untuk berbagi kemarahan, kekecewaan dan ambisi. Setelah itu butuh kesabaran untuk mengarahkan emosi jiwa anak ke arah yang positif.
Ketidak mampuan seorang anak menumpahkan kekesalan dengan jalan yang benar akan berdampak kurang baik. Bukan hanya orang dewasa yang bisa terserang stress. Anak juga bisa. Dari mengamuk tanpa sebab, membanting barang sampai pada tingkat stress yang lebih parah, jatuh sakit. Stress pada anak yang berkepanjangan akan berbuntut pada kenakalan anak.
Sejatinya tidak ada anak yang nakal, bodoh atau berandal. Semuanya sama. Seperti sebuah pualam, anak begitu bersih. Keluarga dan lingkungan akan menjadi benteng yang melindungi jiwa mereka. Takkala debu membuat pualam kusam, maka ibarat air, dukungan keluarga dan lingkungan yang kondusif akan membasuh emosi negatif yang mengotori jiwa anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar