Kemaren aku baru sillaturrahmi kerumah ibu. Nenek, panggilan kami kini untuk wanita yang sudah melahirkanku berpuluh tahun lalu. Dirumah tua miliknya itu, sekarang ada beberapa orang anak kecil. Cucu-cucunya. Termasuk anakku.
Sepulangnya dari berdagang di pasar ibu segera berkutat di dapur. Tangannya begitu cekatan meracik berbagai bumbu dapur. Aku hanya memandanginya dari sudut pintu dapur. Sejak dulu ibu memang tidak suka kalau kegiatannya memasak diganggu. “Nanti malah lupa sudah masuk garam atau gula,” begitu alasannya.
Yap.. 30 menit kemudian hidangan sudah siap. Aku rindu masakan ibu. Ayam panggang saus belimbing wuluh. “Lahap sekali makannya jan,” ujar ibu.
Aku cuma senyum-senyum cuek, mumpung gratis dan dimasakkan.. Sedap sekali rasanya. Selalu dan selalu masakan ibu bikin kangen.
Hari ini, aku juga ingin sajikan menu yang kalau suatu saat anak-anakku dewasa dia kangen akan rasanya.
Apa yang terjadi? Begini nih mungkin kalau Einstein jadi koki. Salah satu judul buku yang jadi favoritku. Sejak dulu tidak pernah memperhatikan apa saja yang dimasukan ibu dalam setiap hidangannya. Lebih suka berkutat dengan hitungan-hitungan dan rumus-rumus. Kalau sudah di dapur tetap pengalaman jadi andalan.
Sepertinya ibu selalu memasak dengan sepenuh hati. Padahal semua petunjuk resep sudah ku ikuti. Tapi tetap saja.. Masak rawon kok lebih mirip sop buntut. Tapi suami tercinta memang begitu baik, dia tetap tersenyum manis di hadapanku. “Enak kok ma, besok masak yang enak lagi ya”. Heee.. aku cuma menyengir saja.
Sepulangnya dari berdagang di pasar ibu segera berkutat di dapur. Tangannya begitu cekatan meracik berbagai bumbu dapur. Aku hanya memandanginya dari sudut pintu dapur. Sejak dulu ibu memang tidak suka kalau kegiatannya memasak diganggu. “Nanti malah lupa sudah masuk garam atau gula,” begitu alasannya.
Yap.. 30 menit kemudian hidangan sudah siap. Aku rindu masakan ibu. Ayam panggang saus belimbing wuluh. “Lahap sekali makannya jan,” ujar ibu.
Aku cuma senyum-senyum cuek, mumpung gratis dan dimasakkan.. Sedap sekali rasanya. Selalu dan selalu masakan ibu bikin kangen.
Hari ini, aku juga ingin sajikan menu yang kalau suatu saat anak-anakku dewasa dia kangen akan rasanya.
Apa yang terjadi? Begini nih mungkin kalau Einstein jadi koki. Salah satu judul buku yang jadi favoritku. Sejak dulu tidak pernah memperhatikan apa saja yang dimasukan ibu dalam setiap hidangannya. Lebih suka berkutat dengan hitungan-hitungan dan rumus-rumus. Kalau sudah di dapur tetap pengalaman jadi andalan.
Sepertinya ibu selalu memasak dengan sepenuh hati. Padahal semua petunjuk resep sudah ku ikuti. Tapi tetap saja.. Masak rawon kok lebih mirip sop buntut. Tapi suami tercinta memang begitu baik, dia tetap tersenyum manis di hadapanku. “Enak kok ma, besok masak yang enak lagi ya”. Heee.. aku cuma menyengir saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar