Kamis, 19 Desember 2019

Tentang Baby Blues

Guys, khususnya yang statusnya bukan jomblo alias sudah kawin. Setujukah, kalau tujuan sebagian besar pasangan adalah memiliki keturunan?

Setuju dong ya? Ingin punya keturunan sesungguhnya sifat alami yang diberikan oleh Tuhan kepada makhluknya.


Pada tahu tidak, kalau salah satu tahapan penting dalam proses melahirkan keturunan itu ada satu penyakit yang sering mengintai calon ibu. Penyakit itu bernama :

BABY BLUES

    Kali ini, penulis menceritakan pengalaman hidup seorang ibu yang terkenal agamis, dengan penyakit mental yang cukup mengerikan ini. Nama admin samarkan ya. Kita bisa ambil hikmah dari kisahnya.

    Sebut saja Aisyah. Dia perempuan sholeh yang memutuskan menikah muda. Alasannya klasik, adalah karena desakan orang tua. Beruntungnya, dia memiliki suami yang baik. Hari-hari pernikahan akhirnya bisa dilalui dengan baik.
     "Neraka itu datang, ketika aku hamil sebulan setelah pernikahan. Padahal sudah minum obat KB. Gara-gara terlupa satu malam saja minum pil." tutur Aisyah pelan menceritakan bagaimana awal derita baby blues yang dialaminya. Setahun sebelum menikah,  Aisyah baru diterima bekerja, pegawai baru diminta untuk tak hamil dalam dua tahun pertama.
   Dilema yang dihadapi Aisyah, karena dirinya diharapkan kedua orang tuanya sebagai tulang punggung keluarga. Aisyah anak pertama yang menjamin hidup kedua orang tua dan adik-adiknya. Kalau Aisyah hamil tentu dia harus segera berhenti bekerja. Belum lagi kelakuan ipar-iparnya yang menuduh keluarga Aisyah yang miskin menumpang makan pada suami Aisyah.
     Aisyah tak bisa menyampaikan perasaannya kepada sang suami. Perubahan sikap Aisyah setelah tahu dirinya hamil, membuat suaminya emosi. Dipikir sang suami, Aisyah tak suka akan kehamilannya.
    "Aku berusaha menutupi sikap iparku. Tekanan dari mamaku. Aku stress." keluh Aisyah. Tak lama setelah mengatakan dirinya stress, Aisyah pun mau tak mau berhenti bekerja.
     Inilah awal baby blues yang sering disebut-sebut itu. Aisyah muda tak pernah sadar kondisinya. Hamil dalam kondisi stress, kemudian melahirkan bayi yang sangat cerewet. Aisyah yang tidak berpengalaman tak paham kenapa anaknya sangat rewel. Setiap kali disusui selalu mengamuk tanpa sebab.
     Sambil tersedu Aisyah berujar, "Aku seperti monster, sempat ingin kucekik bayiku. Aku benci melihatnya. Rasanya aku hampir gila." Kondisi Aisyah ini tak pernah diketahui suaminya.
     Usia 4 bulan, si bayi benar-benar berhenti minum ASI. Aisyah pun semakin sering mengamuk karena anaknya sangat sulit ditenangkan. Belum lagi saat itu, kemudian sang suami di PHK. Lengkap sudah semuanya.
    "Aku sholat, aku nangis, aku ngadu sama Allah. Tapi setelah itu bisikan setan muncul lagi. Apalagi kalau sudah dengar dari adikku mama marah karena aku tak pernah kasih uang belanja. Ya Allah... aku rasanya pengen lari ninggalin bayiku. Tapi kemana? Terus kasian. Dosa juga. Aku jadi benci semua orang disekitarku." keluhan-keluhan itu terus berulang-ulang disampaikan Aisyah.
     Beruntungnya Aisyah tak sampai membunuh bayinya. Ujian beratnya bisa dilalui berkat seorang sahabat yang kerap mendengar keluh kesahnya. "Minta sama Allah, sembuhkan hatimu. Minta sama Allah, ringankan semuanya. Allah dengar." Begitu ujar sahabatnya. Ucapan sederhana ini bisa menyembuhkan Aisyah. Sahabatnya pun menyarankan agar Aisyah mencari aktifitas ringan yang mengalihkan pikiran buruknya.
      Pelan-pelan Aisyah bangkit. Dia memilih menjadi pedagang sambil membesarkan anaknya, juga mengurus suami. Dan kini anaknya sudah dewasa dan menjadi kebanggaan Aisyah.

*Seperti yang diceritakan seseorang kepada penulis.
           
Tulisan ini diikutsertakan dalam blog challenge Indscript Writing 'Perempuan Menulis Bahagia'



2 komentar:

  1. Memiliki aktivitas selain domestik sejauh ini memang terbukti ampuh menumbuhkan rasa berharga ibu sehingga bisa mengurangi stres sebagai ibu baru
    Alhamdulillah kakau Ibu Aisyah kini bahagia
    Ikut senang

    BalasHapus
  2. Iya, Bun. Alhamdulillah. Terima kasih sudah mampir ya, Bun.

    BalasHapus