Pagi tadi saya berbelanja untuk dua minggu ke depan. Ouh, rasanya uang sekarang cepat banget menguapnya. Saya pegang dua ratus lima puluh ribu, sebagai output dari usaha kecil saya selama beberapa hari, eh... cuma dalam hitungan menit semua berpindah tangan. Habis @_@
Ini memang jaman susah. Semua serba mahal. Apa yang saya alami, juga dialami oleh banyak perempuan lain. Dan sebagai menteri keuangan rumah tangga, saya harus terus mengerutkan dahi, agar di akhir bulan ada sisa. Saya kira semua perempuan lain juga sama.
Karena apa yang saya rasakan dan perempuan lain rasakan juga sama, maka ketika membeli ikan, sayur atau apapun yang berbau makanan, saya tidak pernah sama sekali menawar. Karena sebagai pedagang juga, saya tahu apa yang pedagang rasakan.
Lain halnya kalau saya membeli baju, sandal atau tas. Saya pasti mengeluarkan satu kali penawaran. Jika pedagang tidak berkenan, saya tidak suka, maka saya tinggal. Selesai. Itulah yang selalu saya lakukan sejak dulu, itupula yang diajarkan abah.
Namun tidak jarang saya menemui, beberapa menteri keuangan yang mati-matian tawar menawar. Bahkan untuk bahan makanan pokok. Sadis juga ya? Saya tahu, itu hak pembeli. Tetapi tidak sadarkah, bahwa terlalu menawar itu jadi makruh? Tidak baik...
Akan timbul ketidakredaan si pedagang. Jika tidak suka, tidak usah beli. Sederhana. Apalagi untuk bahan makanan pokok. Jika kita tahu berapa keuntungan dan rasa lelah yang dialami pedagang kecil, tentunya kita tidak ingin menjalaninya. Namun untuk lembaran rupiah yang bagi beberapa orang hanya untuk lap sepatu, pedagang tetap menjalaninya.
Satu lagi, bagi yang ingin jadi pedagang. Jangan terlalu besar menarik keuntungan. Jangan pula sampai mengalami kerugian.
So, sama-sama cari berkah yuk!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar